-->

Rumput Mutiara Sebagai Obat Kanker

Rumput Mutiara
Rumput Mutiara Sebagai Obat Kanker

Rumput mutiara adalah tanaman rumput liar yang termasuk ke dalam famili Rubiaceae dan dikenal dengan nama daerah rumput siku-siku, daun mutiara, lidah ular, atau katepan. Rumput ini tumbuh subur di tanah yang lembap, di kebun kosong yang basah, halaman rumah, pinggir jalan, dan selokan. Rumput mutiara terkenal sebagai tanaman obat yang dimanfaatkan di Cina, India dan wilayah Asia Tenggara untuk mengobati berbagai jenis penyakit.

Rumput mutiara mengandung dua senyawa aktif, yaitu asam ursolat dan asam uleanolat yang terbukti dapat mencegah perkembangan pembelahan sel kanker ke tahap yang lebih ganas. Seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan dengan cara dikeringkan terlebih dahulu. Selain kanker, rumput mutiara juga dapat dipakai untuk menyembuhkan Tonsilitis, pharyngitis, bronkitis, pneumonia, gondongan,radang usus buntu,hepatitis, dan cholecystitis. Lebih lanjut raumput ini dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit luar seperti bisul, uci-uci, dan luka terinfeksi.

Mahasiswa UGM kembali mengukir prestasi. Kali ini, dua gelar juara diraih dalam ajang Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) ke-8. Dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh LIPI pada 10-12 Agustus lalu, Rifki Febriansyah, mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, dinobatkan sebagai peneliti terbaik bidang Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkungan.

Rifki Febriansyah beserta timnya, Aditya Ashar dan Dyani Primasari, berhasil meraih prestasi dengan mengajukan karya ilmiah berjudul Potensi Kemopreventif Ekstrak Etanolik Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa(L) Lamk) . Rumput mutiara teruji dapat digunakan untuk mengobati kanker.

Menurut Rifki, ide untuk meneliti rumput mutiara berawal dari keikutsertaannya dalam kelompok studi Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC). Dirinya beserta tim memang fokus mengkaji berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan kanker. Melalui searching di internet, ia menemukan artikel bahwa rumput mutiara telah dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional di Cina sebagai obat kanker, inflamasi/peradangan, serta jerawat.

Namun, dalam praktik pengobatannya masih dilakukan secara tradisional, yakni hanya dengan direbus dan kemudian hasilnya diminum. Melihat fakta tersebut, Rifki tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai rumput mutiara.

Di bawah bimbingan Dr. Edi Meiyanto, mereka meneliti tanaman yang sering diabaikan keberadaannya dan bahkan dianggap sebagai pengganggu, tetapi berpotensi sebagai obat anti kanker ini. Rumput ini merupakan rumput liar yang banyak dijumpai di Indonesia. Mungkin, karena keterbatasan informasi tentang potensi tanaman ini, jarang sekali yang memanfaatkann.

Padahal, sebenarnya di balik itu memiliki faedah dan nilai ekonomi yang cukup tinggi, ujar Rifki.
Rumput mutiara mengandung dua senyawa aktif, yaitu asam ursolat dan asam uleanolat yang terbukti dapat mencegah perkembangan pembelahan sel kanker ke tahap yang lebih ganas. Hal itu diketahui setelah ia mengujicoba pada tikus putih yang sebelumnya telah diinduksi secara oral dengan senyawa karsinogen, senyawa yang memacu pertumbuhan kanker.

Tikus tersebut diberikan ekstrak rumput mutiara dan setelah 10 minggu dibedah diambil sel heparnya untuk diteliti. Dan teruji dengan digunakannya ekstrak rumput tersebut mampu menghambat pertumbuhan sel kanker kurang lebih sebesar 30 persen dibanding dengan tikus yang tidak diberi ekstrak rumput mutiara terang mahasiswa yang mengambil konsentrasi farmasi bahan alam ini.

Pengolahan rumput mutiara dari bahan awal hingga berbentuk ekstrak, dibutuhkan waktu sekitar 4 hingga 5 hari untuk proses pengeringannya. Untuk pengeringan masih masih dilakukan secara langsung dengan sinar matahari. Setelah dikeringkan, rumput mutiara akan menyusut kurang lebih 10 persen dari berat awal. Selanjutnya, setelah diekstrak hanya akan menyisakan hasil sekitar 10 persen. Dari 100 gram ekstrak rumput mutiara ini, imbuh Rifki, dapat dihasilkan 200 kapsul. Apabila dipasarkan,

biasanya untuk setiap 100 gramnya dapat mencapai harga 50 ribu rupiah. Untuk mengonsumsinya, efektif digunakan tiga kali dalam sehari.
LihatTutupKomentar